Lompat ke konten

Integrasi Transportasi Nyaman Idaman di Kawasan Jabodetabek

Beberapa kali melakukan traveling ataupun liburan di beberapa negara tetangga, membuat saya iri dengan beberapa perkembangannya. Salah satunya adalah masalah transportasi yang benar – benar rapi dan terintegrasi. Semua di atur sedemikian rupa dan sudah di perhitungkan baik buruknya.

Bagaimana dengan Indonesia atau ibukotanya Jakarta?  Ya… masih banyak sejumlah masalah ruwet yang membutuhkan penyelesaian ekstra. Bisa dikatakan problem transportasi menjadi salah satu masalah tahun – tahun sebelumnya.

Tugu Monas Jakarta. Photo : flickr/hardee

Tak bisa di pungkiri ketika beberapa traveler dari luar negeri ataupun traveler domestik diminta untuk menjawab satu hal yang paling khas dari ibukota negara ini selain TMII ataupun Monas, otomatis selalu jawaban macet yang terkilas.

Dan sebagai seorang wisatawan yang datang kesanapun sudah beranggapan wajar sebab kemacetan yang terjadi di Kota Jakarta bagaikan menjadi sebuah identitas. Yah walaupun kalau di teliti lebih dalam, masalah macet bukan menjadi masalah utama pada transportasi di Jakarta. Ga salah kan ya, saya menginginkan integrasi transportasi nyaman idaman di ibukota negara ini.

Permasalah pelik ini bisa terlihat dari banyaknya kendaraan yang menumpuk di ibukota. Kepadatan pada hari atau jam – jam sibuk bekerja tetapi seakan hilang seketika pada waktu libur bekerja. Masalah ini nyatanya juga menjadi masalah kota – kota di lingkar ibukota seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Jika berandai – andai dan ingin menyelesaikan permasalahan tentunya ada yang harus diperbaharui di sistem transportasi dari beberapa kawasan yang sering kita sebut Jabodetabek.

Saya sebagai orang awam melihat sistem transportasi wilayah perkotaan Jabodetabek sebagai elemen dari komposisi transportasi dalam negeri memiliki fungsi yang penting ataupun strategis dalam mendukung pembangunan nasional.

Kemacetan di ibukota. Photo : Flickr/barnabyrobson

Mulai dari meningkatkan pelayanan, konektivitas, dan pergerakan hari – hari banyak warga dan barang di kawasan perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang membutuhkan perencanaan, pembangunan, pengembangan, pengelolaan, pengawasan, dan ulasan ataupun catatan sistem transportasi yang terintegrasi, efektif, efisien, dan juga terjangkau oleh masyarakat dengan tidak dibatasi oleh teritori administrasi pemerintahan. Jika berandai – andai peningkatan itu terus menerus terjadi ibarat air yang mengalir tanpa adanya keran yang mengendalikan laju cucurannya, tentu saja akan semakin kusutlah hidup di daerah 5 daerah tersebut. Teristimewa di ibukota negara yang menjadi jantung dari semuanya.

Baca Juga  7 Tempat Wisata Religi yang Ada di Jakarta

Tetapi permasalahan ini sudah di sadari oleh pemerintah yang terus berbenah dan terus mencari jalan keluar dengan segera menyiapkan berbagai kebijakan untuk menata peningkatan daya fungsi transportasi. Sudah sewajarnya pula pemerintah yang juga merupakan bagian dari masyarakat juga mengalami dan sama – sama mengeluhkan masalah sistem transportasi di negara ini kan ? Mereka juga tetap bagian dari kita.

Integrasi Transportasi  Melalui Perpres.

Hal ini juga yang saya dengar belakangan bahwa Pak Jokowi sebagai presiden Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan dalan bentuk Peraturan Presiden yang secara khusus berisi sistem perbaikan sistem transportasi. Perpres Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) untuk memberikan kejelasan tentang bagaimana pembenahan dan pengelolaan transportasi Jabodetabek yang memang harus diselesaikan.

Kesungguhan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan transportasi ini disampaikan oleh Kepala Badan Pengelolaan Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Bambang Prihartono saat Perpres ini disosialisasikan. Dari sosialisasi tersebut terdapat fakta keseriusan pemerintah, diaman dalam 1 minggu rancangan Perpres ini diajukan, Presiden telah menandatanganinya. Ini bisa jadi merupakan bukti besarnya perhatian Presiden berkenaan pembenahan transportasi di 4 wilayah perkotaan tersebut.

RITJ menjadi penuntun bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam perencanaan pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan, serta pengawasan dan evaluasi transportasi di wilayah perkotaan Jabodetabek. Sedangkan untuk pelaksanaan RITJ dilakukan secara bertahap, tidak bisa secara instan seperti pesulap yang tinggal bilang simsalabim langsung kelar.

Bukan membangun candi dalam semalam

Wajar donk harus bertahap, sebab yang kita bangun ini sistem, bukan bangun candi yang bisa dilakukan dalam semalam (cerita rakyat). Lagi pula Pemerintah bukan pesulap ataupun Bandung Bondowoso (Bandawasa).

Oh iya, sistem ini memiliki 3 tahap. Tahap pertama pada tahun 2018 – 2019. Tahap kedua pada tahun 2020 – 2024 dan tahap ketiga pada tahun 2025 – 2029.

Baca Juga  10 Cara Ungkapkan Cinta Pada Pasangan Kamu

Jika ada yang bertanya kenapa harus terintegrasi tentu saja jawabannya tak lain dan tak bukan karena masing – masing daerah tersebut mempunyai pemerintahannya masing – masing. Apabila tidak ada aturan khusus yang mempertemukan, tentunya berdampak dengan sangat sulitnya melahirkan transportasi yang lancar, nyaman dan maju di Ibukota dan kota – kota tetangganya.

Pepres ini memiliki misi dimana penyelenggaraan dan pengelolaan transportasi Jabodetabek perlu memadukan pembangunan dan pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi dan jaringan pelayanan transportasi baik intra moda maupun antar moda. Memadukan pembangunan dan pengembangan transportasi perkotaan antar wilayah Jabodetabek dalam satu kesatuan wilayah perkotaan. Mengintegrasikan pengoperasian transportasi perkotaan dan mengintegrasikan rencana pembiayaan transportasi perkotaan.

Ditahun 2029 nanti, Pemerintah berjanji untuk sasaran terukur dalam penyelenggaraan transportasi di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, seperti sebagai berikut:

  1. Pergerakan orang dengan menggunakan angkutan umum perkotaan harus mencapai 60% (enam puluh persen) dari total pergerakan orang;
  2. Waktu perjalanan orang rata-rata di dalam kendaraan angkutan umum perkotaan adalah 1 (satu) jam 30 (tiga puluh) menit pada jam puncak dari tempat asal ke tujuan;
  3. Kecepatan rata-rata kendaraan angkutan umum perkotaan pada jam puncak di seluruh jaringan jalan minimd 30 (tiga puluh) kilometer/jam;
  4. Cakupan pelayanan angkutan umum perkotaan mencapai 80% (delapan puluh persen) dari panjang jalan;
  5. Akses jalan kaki ke angkutan umum maksimal 500 m (lima ratus meter);
  6. Setiap daerah harus mempunyai jaringan layanan lokal jaringan pengumpan (feeder) yang diintegrasikan dengan jaringan utama (trunk), melalui satu simpul transportasi perkotaan;
  7. Simpul transportasi perkotaan harus memiliki fasilitas pejalan kaki dan fasilitas parkir pindah moda (park and ride) dengan jarak perpindahan antar moda tidak lebih dari 500 m (lima ratus meter);
  8. Perpindahan moda dalam satu kali perjalanan maksimal 3 (tiga) kali.
Baca Juga  Sinergi BUMN Bantu Optimisme Untuk Palu Bangkit Dari Gempa

Perwujudan RITJ.

Moda transportasi Trans Jakarta. Photo flickr/matamayke

Agar bisa mewujudkan RITJ lebih cepat, saat ini mulai dibangun terminal – terminal yang terintegrasi. Contohnya di beberapa stasiun, sekarang sudah ada halte transjakarta feeder, akses menuju bandar udara dibuka dari berbagai posisi, halte MRT dekat dengan area atau jalur perkantoran dan jalur TransJakarta, serta penambahan rel ganda di beberapa stasiun, dan lain lain. Malahan dari informasi di beberapa media, ke depannya fasilitas  terminal dan stasiun akan dikembangkan tidak saja sesuai fungsinya, namun juga dibangun pusat perbelanjaan dan perkantoran di dalamnya.

Seandainya sasaran RITJ itu dapat terealisasi dengan baik, tentunya hidup di 5 kota tersebut terlebih lagi di Jakarta akan kian tentram, menyenangkan, nyaman, dan semakin terukur kalau ingin jalan kemana – mana, kian ekonomis, serta tentu semakin sehat karena bebas dari tekanan pikiran karena macet. Mumpung masih menunggu keinginan itu terwujud kita juga bisa lakukan percepatan penyelesaian masalah juga dengan menggunakan moda transportasi umum.

Semua beranggapan sulit untuk mencoba dan beralih karena sudah terbiasa menggunakan kendaraan pribadi. Padahal tanpa disadari, jika kita berliburan ke negara tetangga, kita pasti menggunakan moda transportasi umum mereka karena lebih murah. Kenapa di kota kita tidak bisa ?

Bus trans jakarta pada Asian Games 2018. Photo : flickr/abiyokowd

Yah… daripada kita hanya sekedar dan terus menerus mengkritik pemerintah karena Jakarta macet, ada baiknya kita mencoba membantu pemerintah dengan apa yang bisa kita lakukan. Seperti yang saya lakukan dengan “happy naik kendaraan umum”. Sarana dan prasarana kendaraan umum ini terus dibenahi, jalanan macet pun terus diatasi. Andaikan kita bisa bantu dengan menekan penggunaan kendaraan pribadi, niscaya kemacetan lebih mudah diatasi.

Memang melakukan itu tak mudah, tapi tidak ada salahnya di coba. Tentunya kamu bisa menjadi contoh dan role buat teman, saudara, dan orang – orang di sekitarmu. Menginginkan integrasi transportasi nyaman idaman di kawasan Jabodetabek butuh proses dan usaha. “Ayo naik Bus”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!